Translate

Jumat, 27 Juni 2014

Kenapa Kita Tidak Boleh Golput??


Jelang gelaran pesta demokrasi yang sebentar lagi dihelat, geliat politik tanah air semakin meningkat, partai-partai politik mulai gencar mempromosikan partai maupun calegnya dan bahkan capresnya baik melalui iklan di media elektronik, sampai ke media cetak.


Seolah berbanding terbalik dengan semangat parpol-parpol dalam menyambut Pemilu, justru saat ini tingkat kepercayaan masyarakat kepada partai politik, tokoh, dan pemerintah jauh menurun, tingkat apatisme dan skeptisme masyarakat meningkat.

Bukan tanpa alasan, respon rakyat ini merupakan akibat dari rasa kecewa karena semenjak reformasi digulirkan, kondisi bangsa dan nasib rakyat belum mengalami perubahan berarti. Ditambah lagi ulah tokoh-tokoh politik yang awalnya tampak begitu meyakinkan namun kini justru menjadi pesakitan terjerat kasus suap, korupsi, dan lain-lain hingga pada akhirnya masyarakat menilai bahwa apapun partainya, siapa pun tokohnya, semua sama saja, hanya mempentingkan diri dan golongannya sendiri, dan rakyat hanya dijadikan komoditi untuk dieksploitasi pada masa kampanye saja.

Akibatnya, tingkatan minat masyarakat dalam menggunakan hak suara pada pemilu pun menurun, yang artinya golput meningkat.

Fatwa MUI Soal Haramnya Golput

Fenomena tingginya golput ini pun sempat mengusik Majelis Ulama Indonesia (MUI) hingga dituangkanlah fatwa kontroversial yang mengharamkan golput atau tidak menggunakan hak suara dalam memilih calon pemimpin.

    butir ke-4 : Memilih pemimpin yang beriman dan bertakwa, jujur (shidiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), mempunyai kemampuan (fathonah), dan memperjuangkan kepentingan umat islam hukumnya adalah WAJIB.


    butir ke-5 : Memilih pemimpin yang tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana disebutkan dalam butir 1 (satu) atau tidak memilih sama sekali padahal ada calon yang memenuhi syarat hukumnya adalah HARAM.


Berbagai tudingan pun dilancarkan ke arah MUI, bahwa fatwa ini sarat kepentingan politik, fatwa tersebut justru makin meningkatkan apatisme masyarakat, dll.

Lalu bagaimana? benarkah semua tuduhan-tuduhan tersebut? dan bagiamanakah sebaiknya sikap kita sebagai muslim dalam menanggapi hal tersebut?

Alasan Mengapa HARUS Golput

Selain menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat kepada parpol-parpol baik parpol lama maupun parpol baru, berikut ini adalah beberapa poin yang menjadi alasan mengapa sebagian masyarakat memilih untuk golput:

    Tidak ada tokoh maupun parpol yang dapat dipercaya, semua sama, manis saat kampanye, dan berbeda setelah terpilih dan berkuasa,
    Ketika semua tokoh dan parpol sama saja, pada akhirnya saya akan BERDOSA jika saya memilih orang yang pada akhirnya juga akan meneruskan kezoliman terhadap bangsa dan rakyat Indonesia,
    Semua sudah salah, mulai dari sistem hingga orang-orangnya, dengan memilih maka saya turut melestarikan sistem kufur dan bobrok ini, dan lagi-lagi saya akan BERDOSA,
    Politik itu KOTOR,
    Demokrasi bukan sistem yang diwariskan oleh Rasulullah, melainkan produk barat yang notabene musuh Islam,
    Pemilu tidak memberi perubahan, kecuali kemakmuran pada golongan tertentu yang berkuasa, bersama kroni-kroninya,
    Tidak tertarik dengan politik karena tidak memberi pengaruh secara langsung pada hidup saya


Dan masih banyak lagi alasan-alasan lainnya, namun secara umum beberapa alasan diatas adalah yang sering disebutkan.

Sejatinya menggunakan hak suara adalah HAK, termasuk di dalamnya tidak menggunakan hak suara juga merupakan HAK personal, namun ada baiknya kita lebih jeli dan bersikap hati-hati dalam bersikap dan mengambil keputusan, karena masa depan bangsa Indonesia, tempat kita tinggal dan mencari hidup ditentukan melalui pemilu ini.

Sisi Lain Golput

Pada umumnya orang yang memilih golput akan merasa tidak akan menanggung dosa akibat perbuatan zolim yang dilakukan oleh orang-orang maupun parpol yang berkuasa, tidak menanggung dosa akibat masih berlangsungnya sistem zolim yang mengatur hidup dan kehidupan bangsa beserta seluruh isinya.

Namun, alih-alih menyelamatkan diri dari 'dosa turunan' tersebut, ada beberapa hal yang tidak boleh luput dari pertimbangan kita juga, yaitu beberapa hal yang akan terjadi dan kita dapat jika kita memilih menjadi golongan putih (golput), diantaranya:

    Dengan golput maka saya tidak bertanggung jawab atas kezoliman yang dilakukan oleh golongan penguasa lalim, NAMUN ARTINYA, dengan menjadi golput kita juga menyebabkan kecilnya suara untuk orang-orang yang memang lebih baik (meskipun sedikit) dari pada mereka yang zolim, sehingga kesempatan untuk orang-orang yang memang 'baik' yang mampu merubah dan memberi kebaikan pun akan berkurang
    Dengan golput maka saya telah menyenangkan hati orang-orang zalim yang berambisi menjadi penguasa, secara tidak langsung kita telah mempersilahkan mereka untuk maju, mereka akan dapat dengan mulus melenggang ke kursi kekuasaan tanpa ada halangan dari orang-orang maupun golongan yang 'lurus'
    Dengan golput maka orang-orang zolim tersebut dapat makin dalam menancapkan kuku-kukunya dan mengokohkan posisinya sehingga mereka dapat lebih leluasa berbuat sesuka hati, menguntungkan diri sendiri dan golongan, menyengsarakan rakyat, menumbuh suburkan maksiat, berbuat kerusakan, dan lain-lain, tanpa adanya kontrol dari kaum mukmin, karena kita memilih untuk lepas tanggung jawab dan berada di luar sistem. Satu-satunya hal yang kita lakukan hanya mencaci si penguasa lalim tanpa memiliki kuasa untuk merubah, memperbaiki, atau bahkan meluruskan
    Dengan golput maka saya tidak turut melestarikan sistem Demokrasi yang bukan merupakan warisan Islam. Demokrasi yang kita jalankan sekarang memang bukan warisan Islam, namun nilai-nilai demokrasi ada di Islam, Islam mengajarkan kita untuk musyawarah, sama halnya dalam demokrasi, DEMOKRASI BUKAN TIDAK BISA diluruskan dengan memberi nilai-nilai yang diambil dari hukum Allah, hukum Islam. Demokrasi adalah sistem yang dianut oleh bangsa Indonesia, yang mau atau tidak mau produk-produk demokrasi ini mengatur berbagai sendi kehidupan kita sebagai rakyat Indonesia, bobroknya demokrasi akan menghasilkan produk-produk perundangan dan tatanan kehidupan yang bobrok, dimana produk-produk tersebut akan memberi kerusakan, menumbuhkan maksiat, menyengsarakan jutaan rakyat, termasuk orang-orang yang golput dan saudara-saudara kita yang hidupnya sudah susah. Perbaikan dan pelurusan sistem demokrasi ini hanya dapat dilakukan jika di dalam sistem tersebut terdapat orang-orang yang lurus hatinya, baik agamanya, baik akhlaknya, jelas visinya, dan hal tersebut dapat dilakukan dengan mengajukan orang-orang tersebut, lalu memberikan hak suara untuk mereka.
    Dengan golput maka saya hanya bisa mengharap perubahan dengan cara mencaci orang-orang dan sistem yang zolim dan korup tanpa melakukan tindakan berarti karena kita tidak memiliki kuasa dan kekuatan untuk itu, kecuali dengan perang.


Sebuah analogi mengatakan bahwa jika mangga yang dijual busuk semua, maka bukan salah pembeli jika tidak ingin membeli. Jika ingin dibeli maka si penjual harus introspeksi.

Bagaimana bisa kita mengharap pedagang yang sengaja menjual mangga busuk untuk introspeksi sementara masih banyak calon pembeli yang dapat mereka bodohi? dan kita hanya menjual brosur yang berisi gambar-gambar mangga yang sehat, segar dan manis tanpa menyodorkan wujud dari mangga tersebut.

Tidak Ada Caleg Yang Sempurna, Jadi Mending Golput Aja Deh

Siapa tidak ingin dipimpin oleh orang yang baik agamanya, mulia akhlaknya, jujur, cerdas, amanah, tegas dan berani, serta berdiri di atas sistem yang sempurna, hukum yang adil bermartabat? tentunya kita semua menginginkan itu. Lalu bagaimana jika tidak ada sosok yang sesempurna itu dan sistem yang ada sudah terlalu bobrok? apakah kemudian golput lebih baik?

Bisa jadi tidak adanya calon-calon pemimpin yang ideal tersebut dan munculnya calon-calon pemimpin yang seadanya juga merupakan salah dan dosa kita yang memilih berada di luar sistem, bersikap acuh padahal kita memiliki dan kenal dengan sosok-sosok ideal tersebut. Alih-alih mendorong mereka untuk maju dan menggalang dukungan untuk mereka, kita justru memilih untuk berada di luar arena dan membiarkan orang-orang zalim memainkan permainan dengan bebas dan mudah.

Jika saat ini masih sangat sedikit atau bahkan kita menganggap belum ada calon-calon wakil dan pemimpin yang ideal, maka adalah tugas kita untuk menyiapkan sosok-sosok tersebut untuk diajukan pada periode mendatang, dengan adanya orang-orang seperti ini di dalam sistem (pemerintahan) maka kita dapat benar-benar berharap akan adanya perubahan menuju sistem dan kehidupan yang lebih baik, ada kekuasaan dan kekuatan untuk itu.

Politik Itu Kotor

Sistem kekhalifahan yang ideal pun pernah runtuh akibat disusupi upaya-upaya pengikisan akhlak dan moral. Jika mereka dapat melakukan hal tersebut kepada sistem yang menerapkan hukum Allah yang sempurna, maka seharusnya kita pun sebagai muslim mampu menyusupi sistem politik yang kotor dan memberi pengaruh serta memperbaiki dan meluruskan melalui keteladanan, dan aksi yang nyata.

Seperti wali songo yang mampu sedikit demi sedikit merubah budaya yang terpengaruh ajaran Hindu Budha dengan nilai-nilai Islam, maka kita pun seharusnya mampu memperbaiki keadaan dengan memberikan nilai-nilai Islam dari posisi yang strategis baik di lapisan terbawah, sampai teratas, sehingga dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh rakyat Indonesia yang terdiri dari berbagai golongan ini.